Bahkanabu hurairah, yang sering berbicara mengenai hadits, perawi hadits paling banyak di kitab sunni, dilarang untuk melanjutkan kebiasaannya atau terkena hukuman dera. Semua fakta ini, menunjukkan kenyataan yang tak terbantahkan, bahwa umat islam bisa hidup tanpa hadits sama sekali. Umat islam sudah punya alquran

Perawi hadis adalah salah satu dari manusia yang tidak terlepas dari rasa lupa dana tau kekurangan lainnya. Maka diantara perawi dalam menyampaikan hadis kepada rang lain adalah dengan lafadh aslinya tanpa menggantikan atau dan menambahkan teks-teks kalimat hadis sebagaimana ia mendengarkannya dari Rasulullah Saw. adakalanya meriwayatkan sesuatu hadis kepada orang lain dengan maknanya. Asal tidak menyimpang dari pengertian sesuatu hadis disebabkan penambahan dan atau menggantikan sebahagian kalimat dari sesuatu hadis dengan kalimat yang lain. Para ulama berbeda pendapat tentang periwayatan hadis dengan makna. Sebahagian ulama hadis, ahli fiqh dan ulama ushul mengatakan bahwa para perawi wajib meriwayatkannya dengan lafadh sebagaimana ia mendengarnya dari Nabi Saw. Ketegasan yang senada juga pernah dikemukakan oleh Abu Bakar Ibn al Arabi, Muhammad Ibn Suri, Qasim Ibn Muhammad dan Abu Bakar al-Razi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Burhanuddin Abd. Gani Periwayatan Hadits dengan Makna menurut MuhadditsinPERIWAYATAN HADIS DENGAN MAKNAMENURUT MUHADDITSINBurhanuddin Abd. GaniFakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-RaniryKopelma Darussalam Kota Banda AcehABTRACTThe narrator of the hadith is one of human beings who is inseparablefrom a sense of forgetfulness and other shortcomings. So among the narrators inconveying the hadith to another rang is with the original lafadh without replacingor adding texts and hadith sentences as he heard it from the Prophet. sometimesnarrate a hadith to someone else with its meaning. As long as it does not deviatefrom the meaning of a hadith due to the addition and / or replacing of somesentences from one hadith with another sentence. The scholars differed about thenarration of traditions with meaning. Some hadith scholars, fiqh experts and usulscholars said that narrators must report it with lafadh as he heard it from theProphet. Similar assertions were also expressed by Abu Bakr Ibn al Arabi,Muhammad Ibn Suri, Qasim Ibn Muhammad and Abu Bakr hadis adalah salah satu dari manusia yang tidak terlepas dari rasa lupadana tau kekurangan lainnya. Maka diantara perawi dalam menyampaikan hadiskepada rang lain adalah dengan lafadh aslinya tanpa menggantikan atau danmenambahkan teks-teks kalimat hadis sebagaimana ia mendengarkannya dariRasulullah Saw. adakalanya meriwayatkan sesuatu hadis kepada orang laindengan maknanya. Asal tidak menyimpang dari pengertian sesuatu hadisdisebabkan penambahan dan atau menggantikan sebahagian kalimat dari sesuatuhadis dengan kalimat yang lain. Para ulama berbeda pendapat tentang periwayatanhadis dengan makna. Sebahagian ulama hadis, ahli fiqh dan ulama ushulmengatakan bahwa para perawi wajib meriwayatkannya dengan lafadhsebagaimana ia mendengarnya dari Nabi Saw. Ketegasan yang senada jugapernah dikemukakan oleh Abu Bakar Ibn al Arabi, Muhammad Ibn Suri, QasimIbn Muhammad dan Abu Bakar Kunci Riwayat bil Ma’na, Muhadditsin, Al-Muashirah Vol. 16, No. 1, Januari 2019A. PendahuluanDalam mempelajari hadis kita mengenal 2 dua istilah yaitu sanad danmatan. Untuk menetapkan shahih tidaknya suatu hadis dapat diketahui dengancara meneliti kedua hal tersebut di adalah rangkaian perawi yang dapat menghubungkan antara matansuatu hadis dengan Nabi Saw. sedangkan matan adalah lafadh/ teks hadis itusendiri. Adapun seorang perasi menerima suatu hadis dari seseorang danmenyampaikanny kepada orang lain dianamakn sesuatu hadis dari seseorang dan menyampaikanya kepadaorang lain, terdiri dari dua hal, yaitu periwayatan dalam bentuk lafadh hadis bil-makna adalah seseorang perawi dalam meriwayathadis atau menyampaika kepada orang lain, bukan dengan lafadh aslinya, akantetapi merobah atau menggantikan dengan lafadh- lafadh yang semakna denganucapan yang ia dengar dari Nabi ulama hadis telah berbeda pendapat tentang boleh tidaknya seorangperawi hadis meriwayatkannya dengan makna. Justru karena itu, maka yangmenjadi topik pembicaraan adalah apakah boleh hadis itu diriwyatkan denganmakna. Untuk memberi jawaban yang dimaksud perlu adanya suatu penelitiandengan mengkaji kitab –kitab dan buku –buku yang ada hubungannya denganpembahasan ini dan diakhiri dengan beberapa Pengertian Hadis Dan Acara PeriwayatannyaPara ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadis. Hal inidisebabkan berbeda pandangannya dalam menilai luasnya arti ahli hadis, menyatakan bahwa hadis sama dengan arti Sunnah;yang mencakup segala sesuatu yang diterima dari Nabi Saw. baik sebelumdiangkat menjadi Rasul nubuat maupun sesudahnya. Namun demikian merekajuga mereka berpendapat bahwa bila disebutkan dengan istilah hadis,makamaknanya adalah perkataan, perbuatan dan iqrarnya Nabi Saw setelah ia diangkatsebagai urain di atas maka ulama hadis telah memberikanta’rif hadis sebagai berikut “Perkataan Nabi Saw, perbuatan dan hal ihwalnya”.Menurut ahli ushul, bahwa istilah hadis sama dengan As-Sunnah. Akantetapi hadis itu pengertiannya lebih bersifat khusus; itupun terbatas dalam masalahyang ada sangkutpautnya dengan hukum. Sedangkan kebanyakan para muhadisinmenetapkan bahwa hadis itu adalah sinonim beberapa pengertian yang telah dikemukakan para ahlitentang pengertian hadis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut yang dikatakanhadis adalah segala perkataan, perbuatan dan keadaan taqrir Nabi itu, kalangan ushuliyin mempunyai persepsi lain, yaitu segalatingkah laku Nabi Saw, baik ucapan, perbuatan dan persetujuannya serta adaketerkaitannya dengan hukum, mereka cenderung menyebutnya inilah yang dikemukakan oleh mayoritas ulama denganungkapan As-Sunnah dalam sabda Nabi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet. X, Bulan Bintang,Jakarta, 1991, hal, al-Qasimi, Qawa – iduttahdis, Dar al-Ihya, Mesir, Cet. II, 1380, hal. 35. Burhanuddin Abd. Gani Periwayatan Hadits dengan Makna menurut Muhadditsinﱵّﻨﺳو ﷲا بﺎﺘﻛ اﻮﻠﻀﺗ ﻦﻟ ﻪﺑ ﻢﺘﻜﺴﲤ نإ ﺎﻣ ﻢﻜﻴﻓ ﺖﻛﺮﺗ ﱐإArtinya “Sungguh, saya telah mewariskan untuk kamu dua perkara; bila kamuberpegang dengan keduanya itu tidak akan sesat selama-lamanya yaitu,Kitab Allah al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya.”Para rawi telah menerima sebuah hadis dari seseorang danmenyampaikannya kepada seseorang yang lain, penyampaian tersebut baik secaramaknawy maupun keabsahan hadis-hadis yang diriwayatkan itu, maka kalanganmuhaddisin menetapkan beberapa syarat khusus, baik syarat ketika menerimatahammul hadis, maupun syarat saat menyampaikan ada’ kannya kepada oranglain. Para ulama tidak merinci seputar syarat-syarat sahnya penerimaan masaperiwayatan; akan tetapi dapatlah dinyatakan bahwa seorang penerima riwayathadis hendaknya ;a. Sehat akal pikirannyab. Secara fisik dan mental memungkinkan dapat memahami danmengertidengan baik riwayat hadis yang di kepada syarat yang telah disebutkan diatas maka tidak salahnyaseorang anak boleh menerima hadis asal saja ia sehat akal Ulama telah membolehkan anak-anak menerima riwayat hadis,akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai berapa batas umur minimalseseorang anak sehingga dibenarkan menerima riwayat pertama mengatakan bahwa batas minimal usia anak tersebutadalah 5 lima kedua mengatakan bahwa anak tersebut sekedar bisamembedakan antara sapi dan keledai. Ini adalah pendapat Musan bin Harun lain mengatakan bahwa syaratnya adalah asal si anak sudahdapat memahami percakapan dan dapat berkomunikasi meskipun belum sampai 5lima lain mengatakan bahwa orang kafir pun dianggap sah beberapa macam cara periwayatan sesuatu hadis, dari seorang perawikepada perawi lainnya, yaitu1. As Sima’i2. Al Qira’ah /Qira’ah ala Asy Syeikh3. Al Ijazah4. Al Munawalah5. Al Mukatabah6. Al I’lam/I’lam ala Asy Syeikh7. Al Washiyah8. Al WijadahM. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, Bulan Bintang, Jakarta, 1998, Ajaj al Khatib, Ushul al-Hadis, Ulumul hadis wa Musthalahahuh, DarFikri, Beirut, 1975, hal. Syuhudi Ismail, Op. Cit. hal, 51. Al-Muashirah Vol. 16, No. 1, Januari 2019Ad. 1. As Sima’iYang dimaksud dengan Al Sima’i seseorang mendengar sendiri riwayathadis itu dari gurunya, baik didektekan maupun tidak, baik dari hafalannyamaupun dari hal ini sighat yang digunakan antara lainﺖﻌﲰ- ﺎﻨﺛﺪﺣ– ﲎﺛﺪﺣ– ﱏﱪﺧأ– ﺎﻧﱪﺧأ– ﺎﻨﻟ لﺎﻗ–ﺎﻨﻟ ﺮﻛذPeriwayatan dengan cara tersebut di atas menurut pengakuan jumhurulama dinilai sebagai cara yang berkualitas seperti tersebut diatas, perlu dilihat lagi, sebab hasil pendengaranseseorang itu ditentukan oleh beberapa faktor misalanyaa. Kepekaan alat pendengaranb. Kejelasan suara yang didengarc. Kesungguhan pendengar terhadap apa yang didengarnyad. Kemampuan memahami apa yang adanya beberapa faktor diatas yang mempengaruhi hasilpendengaran, tentu saja hasil pendengaran antara seseorang dengan orang lainterdapat perbedaan kualitas, sehingga tidak semua hasil pendengaran perawiberkualitas tinggi. Dan untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas, perlu adanyapenelitian terhadap masing-masing individu hadis memberi status yang tinggi terhadap periwayatan yangmenggunakan cara al Sima’i ini, paling tidak ada dua alasan, yaitua. Masyarakat pada waktu itu masih menempatkan cara hafalan sebagaicara yang terbaik dalam menimba ilmu pengetahuan. Kemampuanseseorang dibidang hafalan menjadikan orang itu memiliki kedudukanyang tinggi dalam Adanya hadis Nabi yang menyatakanﻢﻜﻨﻣ ﻊﲰ ﻦﳑ ﻊﻤﺴﻳو ﻢﻜﻨﻣ ﻊﻤﺴﻳو نﻮﻌﻤﺴﺗ .دواد اﻮﺑأ ﻩاورHadis di atas memberikan isyarat bahwa periwayatan hadis yang secarategas diakui kebenarannya oleh Nabi adalah dengan menggunakan cara al Sima’ 2. Al Qira’ah / Qira’ah ala al SyeikhCara penerimaan riwayat hadis kedua ini disebut juga dengan ﺦﻴﺸﻟا ﻦﻋ ضﺮﻌﻟا\ضﺮﻌﻟاDalam hal ini perawi menghadapkan riwayat hadis kepada gurunya,dengan cara perawi itu sendiri yang membacanya atau orang lain yangmembacakannya dan dia mendengarkan. Baik yang dibacakan itu berasal daricatatannya maupun yang berasal dari Al-Salih, Ulumul Hadis wa Musthalahuhu, Dar Al-Ilmi, Al Malayin, Beirut,1977, hal. Al-Salih, Ulumul Hadis wa Musthalahuhu, Dar Al-Ilmi, Al Malayin, Beirut,1977, hal. Daud Sulaiman bin al-Asy as al Sijistani, Sunan Abi Daud, juz 3, Dar al- Fikri,Beirut. hal. Dawud, Sunan Abu Dawud, hal. al Salih, Op. Cit; lihat Al Khatib, Op. cit. hal. 234. Burhanuddin Abd. Gani Periwayatan Hadits dengan Makna menurut MuhadditsinPada periwayatan cara kedua ini guru menyimak dengan teliti apa yangdibacakan oleh muridnya dan mencocokkannya dengan apa yang ada padahafalannya, sedangkan si penerima lebih aktif lagi, sebab dialah yang perbedaan pendapat mengenai mana yang lebih tinggi diantara duacara periwayatan hadis sebagaimana tersebut di atas. Sebagian ulamamengatakan bahwa kedudukan al-Qira’ah sama dengan kedudukan Al Sima’ ini didukung oleh az Zuhri, Malik bin Anas, Sofyan bin Uyainah dan al Suyuthi, Sofyan al Tsauri, Ahmad bin Hambal, Abdullah binMubarrak dan Ishaq bin Rahawaih berpendapat bahwa kedudukan al Sima’I lebihtinggi daripada al Qira’ah. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan beberapa ulamalagi mengatakan bahwa al Qira’ah lebih tinggi daripada al Sima’ dilihat dari dua acara tersebut di atas, maka cara al Qira’ahlahyang lebih meyakinkan kebenarannya, dengan alasan si guru dan si muridmemperdengarkan ucapannya. Si murid langsung memperdengarkan kepada gurudan si guru membenarkan ucapan si murid bila ucapan itu benar. Dan gurumengatakan salah bila ucapan si murid itu salah. Sedangkan kelemahan cara alSima’I adalah pihak murid hanya mendengar saja dari pihak gurunya, hal sepertiini si murid bersifat pasif, menerima apa yang dikatakan gurunya – sighat yang dipakai dalam periwayatan dengan al Qira’ah terbagimenjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang telah disepakati dan yang yang telah disepakati adalah -نﻼﻓ ﻰﻠﻋ تأﺮﻗ-ﻪﺑﺮﻗﺄﻓ ﻊﲰأ ﺎﻧأو نﻼﻓ ﻰﻠﻋ تأﺮﻗAdapun sighat ﺎﻨﺛﺪﺣ dan ﺎﻧﱪﺧأ yang tanpa diikuti kata –kata lain telahdiperselisihkan para ulama. Dalam hal ini Ibnu al Mubarrak, Ahmad bin Hambal,An Nasa’I dan beberapa ulama lainnya tidak membenarkan sighat di atas untukperiwayatan secara al Qira’ah. Sedangkan az Zuhri, Malik bin Anas, Sofyan asSauri dan al Bukhari membolehkan dan bahkan mereka membolehkan jugapenggunaan ﺖﻌﲰﻓﺎﻧﻼ . Sedangkan Asy Syafi’i dan Muslim hanyamembenarkan penggunaan ﺎﻧﱪﺧأ dan tidak membenarkan kata ﺎﻨﺛﺪﺣ .Ad. 3. Al Ijazah_____________M. Syuhudi Ismail, Op. Cit. hal. lihat juga Hasbi ash Shiddieqy, Pokok –pokok Ilmu Dirayat Hadis, Juz 2, BulanBintang, Jakarta, 1981, hal. 47. Al-Muashirah Vol. 16, No. 1, Januari 2019Al Ijazah adalah cara penerimaan riwayat hadis dengan cara seorang gurumemberi izin kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis yang ada padanya,baik pemberian izin itu dinyatakan secara lisan ataupun secara hadis dengan cara ijazah ini diperselisihkan ulama tentangboleh atau tidaknya. Syu’bah bin al Hajaj dan Abu Zurah ar Razi, Ibrahim alHarbi serta Abu Nasr al Waili tidak membolehkan periwayatan hadis denga caraal Ijazah, tetapi Jumhur ulama hadis atau sighat yang biasa digunakan dalam periwayatan hadis caraijazah, yaitu ﻩزﺎﺟإ ﺎﻨﺛﺪﺣ– ﺎﻧذإ ﺎﻨﺛﺪﺣ–ﱃ زﺎﺟأوAda juga yang menggunakan kataةزﺎﺟإ 4. Al MunawalahYang dimaksud dengan al Munawalah ialah bahwasanya seorang gurumemberikan hadisnya kepada muridnya untuk diriwayatkan kepada orang garis besarnya periwayatan hadis dengan al Munawalah ini terbagimenjadi dua macam, yaitua. Al Munawalah yang disertai dengan ijazahb. Al Munawalah yang tidak disertai dengan Ad. a. al Munawalah yang disertai dengan ijazah ialah meriwayatkanhadis dengan cara setelah guru memberikan hadisnya diikuti denganperkataan yang memberikan izin / perintah agar si penerimameriwayatkan kepada orang Ad. b. al Munawalah yang tidak disertai dengan ijazah ialah ketikaguru menyampaikan hadis kepada murid –muridnya tidakmenyertakan kata –kata yang menunjukkan agar hadisnyadiriwayatkan sebagaimana yang disebutkan di para ulama tidak membenarkan periwayatan hadis dengancara al Munawalah yang tidak disertai dengan yang digunakan dalam periwayatan hadis dengan cara alMunawalah ini adalahﻩورﺄﻓ نﻼﻓ ﻦﻋ ﱴﻳاور وأ ﻰﻋﺎﲰ اﺬﻫﱴﻳاور ﻦﻣ وأ ﻰﻋﺎﲰ al Salih, Op. Cit. hal. Ash Shiddieqy, op. cit. hal Ash Shiddieqy, op. cit. hal 52Fathurrahman, Ikhtisar Musthalah al Hadis, al Ma’arif Bandung, 1978, hal. Mahfuz bin Abdullah at Turmuzi, Manhaj Zawi an Nazar, Dar al Fikri,Beirut, 1974, hal. Ismail, op. cit. hal, 218. Dan seterusnya lihat juga Subhi al Salih, op. cit. Burhanuddin Abd. Gani Periwayatan Hadits dengan Makna menurut MuhadditsinAd. 5. Al MukatabahYang dimaksud dengan al Mukatabah adalah seorang guru menuliskanhadis yang diriwayatkannya untuk diberikan kepada orang tertentu, baik yangmenulisnya guru itu sendiri maupun menyuruh orang lain untuk menuliskannyadan orang yang diberi hadis itupun boleh ada di hadapan guru ataupun adaditempat Mukatabah ini juga terbagi kepada dua macam, yaitu yang disertaidengan ijazah dan tanpa disertai dengan ijazah. Akan tetapi baik al Mukatabahdengan ijazah maupun tanpa ijazah para ulama pada umumnya lebih jelasnya disini akan diterangkan perbedaan antara al Mukatabahdengan al al Mukatabah, hadisnya pasti dalam bentuk tulisan, sedangkandalam al Munawalah hadisnya belum tentu dalam bentuk tulisan, melainkan dapatjuga dengan yang digunakan dalam meriwayatkan hadis yang diterima dengancara al Mukatabah ini antara lain -ﺔﺑﺎﺘﻛ نﻼﻓ ﲎﺛﺪﺣ-ﻪﺑﺎﺘﻛ نﻼﻓ ﱏﱪﺧأ- ﺎﻧﻼﻓ ﻻإ ﺐﺘﻛ-ﺔﺒﺗﺎﻜﻣ ﻪﺑ ﱏﱪﺧأ-ﻪﺑﺎﺘﻛ ﻪﺑ 6. Al I’lam / I’lam ala al SyeikhPenerimaan riwayat hadis dengan al I’lam dilaksanakan dengan caraseorang guru memberitahukan kepada muridnya tentang hadis atau kitab yangtelah diterimanya dari gurunya tanpa sisertai pernyataan agar si muridmeriwayatkannya lebih ulama menganggap tidak sah periwayatan hadis yang diterimadengan cara al I’lam ini, sebab dengan tidak adanya perintah guru untukmeriwayatkannya itu, dan akan menambah alasan lain bahwa guru tidakmemerintahkannya, ada kemungkinan terdapat kecacatan pada hadis yangdiberitahukannya kebanyakan ulama menganggap sah periwayatan hadis dengan caratersebut diatas, dengan alasan bukanlah berarti tidak adanya perintahmeriwayatkannya sudah pasti terdapat kecacatan pada sesuatu Mahfuz bin Abdullah at Turmuzi, Manhaj Zawi an Nazar, hal. Ismail, op. cit. hal, 218. Dan seterusnya lihat juga Subhi al Salih, op. cit. Rahman, Op. Cit., hal. 218Syuhudi Ismail, Op. Cit. hal. 59 Al-Muashirah Vol. 16, No. 1, Januari 2019Adapun lapadh yang digunakan dalam periwayatan hadis dengan al I’lamini biasanya ﺎﻣﻼﻋإ ﺎﻧﱪﺧأ atau yang 7. Al WashiyahPeriwayatan dengan cara al Washiyah adalah seorang guru mewasiyatkanhadis / kitab yang telah diriwayatkannya kepada orang lain muridnya sebelum iawafat untuk semacam ini para ulama telah berbeda pendapat, sebahagianulama membolehkannya, sebab timbunya perbedaan perbedaan di atas tidak lainhanya berpangkal pada tidaknya perintah untuk meriwayatkannya kepada oranglain. Adapun lapadh yang dipakai dalam meriwayatkan hadis yangdiperbolehkan dengan al Washiyah ini adalahﱄإ ﻰﺻوأAd. 8. Al WijadahCara periwayatan hadis dengan al Wijadah adalah seseorang mendapatkanhadis yang ditulis oleh perawinya, tetapi bukan dengan cara al Sima’I, alIjazah maupun al Munawalah. Maksudnya bila saja orang mendapatkan hadissemasa dan pernah bertemu dengan perawinya atau tidak pernah bertemu danbisa pula tidak hidup semasa, pernah menerima riwayat darinya maupunbelum pernah sama para ahli hadis dan fuqaha, yaitu Malikiyah dan lain-lain,berpendapat bahwa beramal dengan hadis yang diterima dengan jalan alWijadah tidak boleh, sedangkan al Syafi’i yang mebolehkan periwayatan dengan caraa al Wijadah, telahmemberikan syarat-syarat tertentu, yaitua. Tulisan hadis yang didapati haruslah telah diketahui secara pasti siapaperawi yang Kata-kata yang didapati untuk periwayatan lebih lanjut haruslah kata-katayang menunjukkan bahwa asal hadis itu diperbolehnya secara lafaz yang digunakan meriwayatkan hadis yang diperoleh dengancara Al-wijadah ialah نﻼﻓ ﻂﳜ ﺪﺟو–نﻼﻓ ﺎﻨﺛﺪﺣ ﻪﻄﲞ نﻼﻓ بﺎﺘﻛ ﰱ تﺪﺟو–نﻼﻓ ﺎﻨﺛﺪﺣنﻼﻓ ﻦﻋ ﲎﻐﻠﺑ وا نﻼﻓ ﻦﻋ تﺪﺟو_____________Subhi al Salih, Op. cit. hal. Ash Shiddieqy, op. cit, hal. 67Syuhudi Ismail, op. cit. hal. 60 Burhanuddin Abd. Gani Periwayatan Hadits dengan Makna menurut Muhadditsinنﻼﻓ بﺎﺘﻛ ﺔﺨﺴﻧ ﰱ تﺪﺟونﻼﻓ ﻂﳜ ﻪﻧأ ﺖﻨﻨﻇ بﺎﺘﻛ ﰱ تﺪﺟو .Agar sesuatu hadis yang diriwayatkan dianggap sah. Ada beberapa syaratyang harus dipenuhi oleh seseorang, yaitua. Beragama Islamb. Balighc. Berakald. Tidak pasiqe. Terhindar dari tingkah laku yang mengurangi atau menghilangkankehormatan muru’ahf. Mampu menyampaikan hadis yang telah Sekiranya memiliki cacatan hadis, maka catatannya itu dapat Mengetahui dengan baik apa yang merusak maksud hadis yangdiriwayatkannya secara yang ketika menerima hadis dahulu bertindak sebagai murid,maka ketika menyampaikan hadis yang pernah diterimanya tersebut, pada saat itubertindak sebagai juga cara-cara yang digunakan oleh seseorang dalam menerimariwayat hadis dan digunakan pula oleh orang lain untuk menerima hadis jenis periwayatan hadis tersebut di atas bisa diriwayatkan dalambentuk lafadh dan ma’ Pengertian Periwayatan Hadis dengan MaknaDalam meriwayatkan sesuatu hadis kepada seseorang, para perawi menempuhdua jalan, yaitu meriwayatkan hadis dengan lafadh dan dengan maknanya pengertian dari periwayatan hadis dengan lafadh, seorang perawimeriwayatkan hadis dengan teks sebagaimana ia mendengarnya dari Nabi Sawtanpa menambah atau merobah dengan sesuatu kalimat apapun. Sedangkanpengertian periwayatan hadis dengan makna adalah seseorang perawimeriwayatkan sesuatu hadis dari Nabi Saw dengan merobah atau menggantikankalimat lain yang semakna dengan lafadh yang asli, sejauh tidak akan merusakkeutuhan maksud dari sabda Rasulullah hadis dengan makna berlaku seluruhnya terhadap hadis-hadisyang bersifat fi’liyah. Sebagai contoh seorang sahabat perawi melihat kaifiyatshalat Nabi Saw, baik dalam hal mengangkat dua tangan waktu takbiratul ihram,maupun waktu mengerjakan perbuatan hal seperti tersebut itu, para sahabat telat menterjemahkan segalakelakuan praktek Nabi shalat kedalam Bahasa yang dapat dimengerti dandipahami pihak-pihak yang tidak melihat langsung segala aktifitas pelaksanaanshalat Nabi Saw. penerjemahan dimaksu tentunya kedalam Bahasa dan gayaperawi al Qasimi, op. cit., hal. 67. Al-Muashirah Vol. 16, No. 1, Januari 2019D. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Periwayatan Hadis dengan MaknaSeseorang perawi dalam mentahammulkan hadis kepada orang lainmempunyai cara-cara tersendiri, sebagaimana yang telah ditetapkan oleh paraahli; seperti kewajiban harus mendengar dan mengert, memahami an hadis adalah salah satu dari manusia yang tidak terlepas dari rasalupa dana tau kekurangan lainnya. Maka diantara perawi dalam menyampaikanhadis kepada rang lain adalah dengan lafadh aslinya tanpa menggantikan atau danmenambahkan teks-teks kalimat hadis sebagaimana ia mendengarkannya dariRaasulullah Saw. adakalanya meriwayatkan sesuatu hadis kepada orang laindengan maknanya. Asal tidak menyimpang dari pengertian sesuatu hadisdisebabkan penambahan dana atau menggantikan sebahagian kalimat dari sesuatuhadis dengan kalimat yang ulama berbeda pendapat tentang periwayatan hadis dengan ulama hadis, ahli fiqh dan ulama ushul mengatakan bahwa paraperawi wajib meriwayatkannya dengan lafadh sebagaimana ia mendengarnya dariNabi yang senada juga pernah dikemukakan oleh Abu Bakar Ibnal Arabi, Muhammad Ibn Suri, Qasim Ibn Muhammad dan Abu Bakar tetapi jumhur ulama mengatakan sebaliknya, boleh bagi seorang perawimeriwayatkan hadis dengan makna, dengan syarata. Bahwa seorang perawi adalah orang yang mengetahui bahsa arab denganmendalam dan mengetahui pula arah tujuan semua ungkapan dan selukbeluk Bahwa seorang perawi mengetahui dengan benar lafadh yang dapatmerubah makna dan yang kedua syarat tersebut di atas tidak ada maka periwayatan hadisdenganmakna tidak Asy Syafi’I menjelaskan tentang sifat perawi hadis, yaitua. Hendaknya orang yang meriwayatkan hadis itu tsiqah dalam Ia terkenal benar atau jujur dalam Mengetahui benar tentang hal –hal yang memalingkan makna dari Hendaknya apa yang diriwayatkannya itu betul sebagaimana syarat-syarat tersebut ini tidak ada pada seorang perawi makadikhawatirkan ia akan dapat menghalalkan yang haram atau Shalih menyebutkan dalam bukunya Ulumul Hadis wa musthalahuhubahwa kebanyakan ulama membolehkan memaknanya, setiap perbuatan agamadianggap sah bila diawali dengan prinsipnya periwayatan hadis dengan makna tidak hanya mengakibatkanterjadinya perbedaan redaksi semata, tetapi dapat juga mengakibatkan timbulnyaperbedaan penggunaan muta’akhirin berpendapat bahwa bolehnya meriwayatkan hadisdenganmakna itu terbatas pada saat sebelum hadis didewankan secara resmi dan_____________Muhammad Ajjaj al Khathib, op. cit., hal. Ismail, op. cit., hal. Ajaj al Khatib, op. cit. hal. 257. Burhanuddin Abd. Gani Periwayatan Hadits dengan Makna menurut Muhadditsinsetelah hadis secara resmi didewankan, maka periwayatan hadis secara maknatidak dibenarkan Analisis PenulisSejarah perkembangan ilmu hadis telah mencatat bahwa hadis ituberkembang sejak dari Nabi Saw sampai kepada para sahabat bahkan pada masa-masa sesudahnya. Diantara para sahabat ada yang paling banyak meriwayatkanhadis ada juga yang sangat sedikit jumlahnya, perbedaan semacam ini dilihat darisegi dekat atau tidaknya dengan tidak banyak ditulis oleh para sahabat dimasa Rasulullah hidup,hanya para sahabat dalam periwayatan hadis lebih banyak menyampaikan melaluilisan, dari mulut, bahkan ada sebahagian sahabat pada saat itu yang belum bisamenulis sama sekali. Maka kebanyakan mereka dalam meriwayatkan hadisdengan lapadhnya saja sebagaimana ia mendengarnya dari mulut Nabi para ahli hadis tentang wajib periwayatan hadis dengan lapadhdapat saja diterima mengingat untuk menjaga keutuhan dari matan ungkapansesuatu hadis. Namun, konsep ini juga dapat untuk ditinjau Mengingat kepada sabda Rasul ada yang bersifat qauliyah dan adayang bersifat fi’liyah perbuatan. Hadis yang berdasarkan qauliyahmungkin para sahabat meriwayatkan persis sebagaimana yang bersifat fi’liyah dalam periwayatannya para sahabatakan menterjemahkan ke dalam bentuk ucapan dan makna. Andaikatatidak diterjemahkan, maka hadis Nabi itu tidak akan dapat dipahamioleh ummat manusia secara Para perawi adalah manusia yang tidak terlepas dari sifatkemanusiaannya, yaitu sifat pelupa. Oleh karena itu ia sangat sulitdalam meriwayatkan hadis dengan lapadh secara keseluruhan,disebabkan oleh tingkat kemampuannya sangat terbatas. Dalamkondisi seperti ini agama membenarkan periwayatan hadis denganmakna asal saja tidak menyimpang dari tujuan sesuatu Kecenderungan penulis tentang bolehnya periwayatan hadis denganmakna, bila mana seorang perawi telah mempunyai beberapa syarat-syarat terjaminnya kemurnian sesuatu hadis. Syarat-syarat tersebutadalaha. Mereka harus benar-benar memiliki pengetahuan Bahasa arab Periwayatan dengan makna itu dilakukan karena sangat terpaksa,misalnya lupa susunan secara Yang diriwayatkan dengan makna itu tidak termasuk sabda Nabiyang tergolong ucapan yang sifatnya ta’ Perawi yang meriwayatkan hadis secara makna atau yang raguakan susunan lapadhnya, hendaknya dibelakang matannya_____________Muhammad Abu Zakir, Al Hadis wa al Muhadditsun, Kitab al Arabi, Beirut, 1984, Al-Muashirah Vol. 16, No. 1, Januari 2019ditambah dengan kata-kata لﺎﻗ ﺎﻤﻛ وأ atau اﺬﻫ ﻮﳓ وأkata-kata lain yang beberapa alasan tersebut di atas, maka pendapat yangmengatakan periwayatan hadis wajib dengan lafadh adalah KesimpulanSetelah penulis menyampaikan secara rinci isi makalah ini dari babpertama dan kedua maka pada bab terakhir ini penulis akan memberikan beberapakesimpulan, antara lain1. Perkataan Sunnah dan hadis adalah sama maknanya, semua hal yangakan disandarkan kepada Rasulullah Saw. baik yang bersifatperkataan, perbuatan maupun Sistem periwayatan sesuatu hadis adalah melalui pendengaranlangsung, membaca, bacaan ijazah, munawalah, mukatabah, al I’lam,al washiyah dan Periwayatan hadis dengan makna dibenarkan, tetapi seseorang perawiharus memenuhi persyaratan –persyaratan Setelah hadis dikumpulkan dan kodefikasikannya secara resmi, makaperiwayatan hadis dengan makna tidak dibenarkan RekomendasiSebagai uraian terakhir dari makalah ini adalah berupa saran-saran, yaitu1. Hendaknya para ahli hadis dalam menyampaikan hadisnya kepada oranglain, betul –betul sebagaimana ia mendengar dan Hendaknya para ulama mempelajari ilmu mushalah hadis secaramendalam, agar dapat mengetahui mana hadis –hadis yang berdasarkanriwayat dengan makna dan mana hadis yang berdasarkan riwayat Hendaknya makalah yang singkat ini menjadi sebahagian bahan dalammempelajari ilmu Burhanuddin Abd. Gani Periwayatan Hadits dengan Makna menurut MuhadditsinDAFTAR PUSTAKAAbu Daud, Sunan Abi Daud, Juz’ III, Darul Fikri Bairut t. Qasimi, Qawaidul Tahdis, Dar Al Ahya, Mesir, Cet II, 1980Fathurrahman, Ikhtiar Musthalah al-Hadis, Al-Ma’arif Bandung, Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Cet. X, BulanBintang, Jakarta, Ash Shiddieqy, Pokok –pokok Ilmu Dirayatul Hadis, juz , BulanBintang, Jakarta, Ajaj al-Khatib, Ushulul Hadis, Ulumul Hadis waMushtthalahuhu, Darul Fikri, al-Malayu, Beirut, 1975Muhammad Abu Zakir, Al-Hadis wa al Muhadditsun, al-Arabi, Bairut, 1984Muhammad Mahfuz bin Abdullah At-Turmizi, Manhaj Zawi An-Nazar,Darul Fikri Bairut, 1974M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesalehan Sanad Hadis, Bulan Bintang,Jakarta, Ak-Shaleh, Ulumul Hadis wa Mushthahuhu, Darul Fikri Al-MelayuBairut, 1977. Wahyudin DarmalaksanaThe abundance of hadith research demands a classification to sustain the discipline of hadith studies. This study aims to conduct a classification review on hadith research. The method used is qualitative through a literature review and employs a content analysis. The result shows some findings and discussions regarding the distribution, classification, and implication of hadith research. This study concludes that the classification of hadith research is significant for its enthusiasts to discern a position in sustainable research. Hence, this necessitates a formulation for hadith research development in the Department of Hadith Studies in Islamic higher education institutions in with x EnglishArabicHebrewPolishBulgarianHindiPortugueseCatalanHmong DawRomanianChinese SimplifiedHungarianRussianChinese TraditionalIndonesianSlovakCzechItalianSlovenianDanishJapaneseSpanishDutchKlingonSwedishEnglishKoreanThaiEstonianLatvianTurkishFinnishLithuanianUkrainianFrenchMalayUrduGermanMalteseVietnameseGreekNorwegianWelshHaitian CreolePersian // TRANSLATE with COPY THE URL BELOW Back EMBED THE SNIPPET BELOW IN YOUR SITE Enable collaborative features and customize widget Bing Webmaster PortalBack//Al-Hadis Muhammad Abu ZakirWa Al MuhadditsunMuhammad Abu Zakir, Al-Hadis wa al Muhadditsun, al-Arabi, Bairut, 1984

SitiZainab. 15 April 2022. Di artikel ini kami akan membagikan Contoh Soal Qurdis kelas 10 semester 2 Tentang Hadis Sumber Ajaran Agama Islam, Ada 50 contoh soal yang kami berikan dalam bentuk soal pilihan ganda dan soal essay. Soal soal ini bisa menjadi evaluasi atau latihan untuk mata pelajaran ini. Dan bisa juga menjadi acuan atau bahan

Tuliskanhadis yang menjelaskan tentang perintah m B. Arab, 09.10.2021 02:30, pecepe5532. Tuliskan hadis yang menjelaskan tentang perintah menegakan keadilan. Jawaban: 2 Buka kunci jawaban. Jawaban. Pertanyaan lain tentang: B. Arab. Apa arti huwa yakhya huwa sodikotun Penilaianhadis hanya dilakukan ulama yang berkompeten. Pertanyaan ini muncul bukan tanpa sebab. Belakangan, sejumlah cendekiawan masa kini tampil menghukumi hadis dengan ragam kualitasnya, mulai dari sahih, hasan, lemah (daif), atau palsu (maudhu') sekalipun.Tak jarang, sepak terjang para cendekiawan tersebut cenderung menyalah-nyalahkan kesimpulan para ulama hadis terdahulu. Periwayatanhadis pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih terbatas disampaikan kepada yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran resmi. dan yang pertama mereka palsukan adalah hadis yang mengenai orang-orang yang mereka agung-agungkan. Golongan yang mula-mula melakukan pekerjaan sesat ini adalah golongan Syi'ah, sebagaimana PembahasanHadis Dibagi 2 Bagian Besar, Yaitu Secara Kuantitas Dan Kualitas Perawinya. Jawaban: A.Hadits Ditinjau Dari Segi Kuantitasnya 1. Hadits Mutawatir Secara etimologis, lafadz Mutawatir dapat berarti Mutatabi, yaitu sesuatu yang datang berikut dengan kita, atau yang beriring-iringan antara satu dengan yang lainnya dengan tidak ada jaraknya.
\n \n pertanyaan tentang periwayatan hadis
KUMPULANSOAL TENTANG hadist di tinjau dari segi kuantitas dan kualitasnya ESAI SINGKAT 1. Terbagi menjadi berapakah hadis jika dituinjau dari jumlah rawi? Sebutkan! *terbagi 2 : hadis mutatawir dan hadis ahad 2. Apa pengertian mutatawir menurut bahasa? *muttabi'/muttatabi' artinya yang berturut-turut dengan tidak ada jaraknya 3. 1 Tuliskan dalil dari hadis yang menjelaskan tentang Asmaul HusnalJawab: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمَا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ »

Metodeperiwayatan al-sama>' adalah menerima riwayat hadis dengan cara mendengar langsung dari sumber riwayat atau guru hadis. tersebut membaca dari kitab catatan hadisnya. Begitu pula murid mendengar kemudian mencatat riwayat hadis yang didengarnya, atau hanya mendengar saja dan tidak mencatatnya.14

.
  • 1hiif7trjw.pages.dev/257
  • 1hiif7trjw.pages.dev/340
  • 1hiif7trjw.pages.dev/448
  • 1hiif7trjw.pages.dev/831
  • 1hiif7trjw.pages.dev/744
  • 1hiif7trjw.pages.dev/175
  • 1hiif7trjw.pages.dev/919
  • 1hiif7trjw.pages.dev/596
  • 1hiif7trjw.pages.dev/913
  • 1hiif7trjw.pages.dev/225
  • 1hiif7trjw.pages.dev/398
  • 1hiif7trjw.pages.dev/18
  • 1hiif7trjw.pages.dev/474
  • 1hiif7trjw.pages.dev/293
  • 1hiif7trjw.pages.dev/829
  • pertanyaan tentang periwayatan hadis